MyTimes

MyTimes merupakan weblog independen yang berisikan kolom dan esai tentang segi-segi kehidupan, ditulis oleh Antonius Bakti Tejamulya. MyTimes didedikasikan bagi para penikmat bacaan serius yang ditulis dengan citarasa (mudah-mudahan) memikat.

My Photo
Name:
Location: Jakarta, Indonesia

Antonius Bakti Tejamulya menjual artikel pertamanya ketika berumur 16 tahun dan sejak itu dia terus menulis. Suka membaca, humor, musik, jalan-jalan, sambil sesekali menikmati kopi kesukaannya: sehitam hati iblis, sepanas neraka, dan semurni malaikat.

Monday, November 21, 2005

Goyangan Itu

ILLUSTRATED BY RUDOLPH PEN
DIALAH sripanggung yang sekarang membuat malamnya lelaki jadi impian dan siangnya jadi kenangan. Dia seorang perempuan 24 tahun dari Pasuruan bernama Ainul Rokhimah. Tapi, biar berkesan gimanaaa gitu, dia dipanggil Inul Daratista.

Mirip legenda Rara Mendut pada zamannya – seorang perempuan rupawan yang sukses mengilusi rokok sebagai simbol sensualitas dan birahi – goyangan Inul menerkam perhatian massa. Menghisap lisong yang dikulum dan dinyalakan dari bibir Mendut, bisa membakar adrenalin lelaki mana pun saat itu. Menyaksikan (maaf) bokong Inul yang berputar-putar seperti ngulek sambel, konon bisa menggoyang iman.

“Iman sih kuat. Tapi si amin ini … alamaaak!” cetus seorang teman berkelakar.

Atraksi Inul yang kini dipergunjingkan di mana-mana, kembali menegaskan bahwa dunia ini sebetulnya di bawah otoritas lelaki (jujur saja, sebagai lelaki, saya malu karenanya). Sebuah dunia yang menempatkan kaum perempuan sebagai medium fantasi kaum lelaki. Dunia fantasi. Dan untuk urusan fantasi, perempuan tak memiliki sebanyak lelaki. Cinta, misalnya, merupakan sejarah lengkap kehidupan perempuan; tetapi hanya sepenggal episode dalam kehidupan lelaki. Meski begitu, pemahaman lelaki terhadap dunia yang digenggamnya tidak juga lebih baik. Jika ada lelaki yang memuji-muji perempuan, tak berarti dia mengenalnya; pada kenyataannya, tidak mengenal perempuan itu. Tapi, lelaki yang memanfaatkan perempuan, mengenal lebih sedikit lagi. Menyaksikan goyangan Inul, hanya membuat kaum lelaki lebih mudah membaca pornografi daripada mengalami seks.

Inul, suka tidak suka, muncul di persimpangan jalan antara moral dan hiburan. Setiap pihak yang memilih jalannya masing-masing saling berpapasan muka, kemudian saling menoleh ke samping, saling menengok ke belakang, sebelum akhirnya bertemu lagi entah kapan. Tak ada kesepahaman, tapi bermusuhan pun juga tidak. Seringkali mereka bahkan tidur di satu ranjang.

Ketidaksepahaman terjadi karena orang memperlakukan moral dan hiburan secara terpisah. Mereka tidak melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Yang tidak seharusnya mereka lakukan, mereka lakukan. Mereka sedang meyakinkan diri, bahwa perubahan akan menyelamatkan mereka tanpa perlu melewati serangkaian azab. Hei, apa yang sesungguhnya terjadi? Tenang, tidak ada apa-apa. Yang terjadi hanyalah keterbelahan kepribadian masyarakat. Kita.

Kita tidak bisa melenyapkan pornografi dengan melarang perwujudannya. Jika kita menyetujui logika bahwa perempuan yang bergoyang aduhai akan mendatangkan fantasi yang macem-macem, kita juga mungkin menyetujui logika bahwa perempuan yang makan pisang ambon di tempat umum akan mendatangkan fantasi yang enggak-enggak. Kegusaran moral adalah kecemburuan bermahkota. Hanya ada satu landasan moralitas yang dibentuk berdasarkan premis bahwa masyarakat sudah cerdas: berhentilah berbohong selamanya.

Saya tidak bisa menerima teori bahwa Inul menyebarluaskan hasrat pemerkosaan dan horor. Saya juga berpendapat bahwa nilai-nilai yang dianutnya patut dikecam. Mungkin juga tidak perlu dikecam, tapi jelas tidak bisa dibanggakan.

Orang yang menilai goyang Inul sebagai “gairah murahan” mungkin tidak terbiasa; mereka terbiasa dengan goyangan Camelia Malik, Kristina atau Liza Nathalia. Tidak ada perempuan tua atau gemuk dalam pertunjukan dangdut sebenarnya. Saya tidak menganjurkan seharusnya ada, tetapi tampaknya jika joget merugikan orang, orang itu adalah perempuan yang tidak bagus untuk ditampilkan di panggung pertunjukan.

Tak diragukan lagi bahwa ada sejumlah perempuan di negeri ini yang mau seperti Inul, (bahkan ada pula yang mau menanggalkan bajunya di depan mata penonton atau kamera), oleh karena itulah satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk mencari makan.
Jakarta, 20 Februari 2003