MyTimes

MyTimes merupakan weblog independen yang berisikan kolom dan esai tentang segi-segi kehidupan, ditulis oleh Antonius Bakti Tejamulya. MyTimes didedikasikan bagi para penikmat bacaan serius yang ditulis dengan citarasa (mudah-mudahan) memikat.

My Photo
Name:
Location: Jakarta, Indonesia

Antonius Bakti Tejamulya menjual artikel pertamanya ketika berumur 16 tahun dan sejak itu dia terus menulis. Suka membaca, humor, musik, jalan-jalan, sambil sesekali menikmati kopi kesukaannya: sehitam hati iblis, sepanas neraka, dan semurni malaikat.

Saturday, December 17, 2005

Sinterklas Memang Ada

ILLUSTRATED BY PEGGY ADAMS
TAK ada orang yang tidak tahu Sinterklas. Mungkin hanya Elvis Presley yang bisa menandingi popularitas Sinterklas. Sinterklas sendiri bahkan sudah menjadi kata sifat, yang menunjukkan kebaikan hati seseorang dengan semangat memberi (hadiah) penuh sukacita.

Sosok Sinterklas tentu tidak datang begitu saja. Setidaknya, jika Anda percaya pada sejarah keimanan gereja yang mengatakan, pada suatu hari hiduplah seorang anak yang lahir di Patara, Lycia, sebuah provinsi di Asia Kecil (kini Turki) pada tahun 300 sekian. Ia berasal dari keluarga Nasrani yang lumayan kaya, tumbuh, dan menikmati ketaatan pada pendidikan gerejawi. Kedua orangtuanya meninggal dunia (sekaligus meninggalkan warisan) ketika ia masih sangat muda. Anak yang malang (tapi beruntung) itu bernama Nikolas.

Sebuah kisah populer menyebutkan, ada seorang duda yang bermaksud menjual ketiga anak gadisnya ke rumah bordil. Sang duda putus asa karena tak dapat memenuhi mahar untuk menikahkan anak-anaknya. Nikolas mendengar berita itu dan memutuskan untuk membantu.

Di balik tabir malam yang pekat, ia menyelinap ke rumah sang duda, meletakkan sebuah tas berisik emas lewat jendela yang terbuka. Ia berharap, pemilik rumah akan menemukan emas itu untuk membayar mahar bagi anak gadisnya yang tertua. Nik memilih gaya tersendiri, khas seorang budiman tulen yang beroperasi pada saat orang-orang terlelap di malam hari.

Reputasi Nik menyebar. Pada usia muda ia diangkat sebagai Uskup Myra, menggantikan uskup sebelumnya yang wafat. Pada periode ini, ia mengalami banyak penderitaan. Ia ditangkap oleh tentara Kaisar Diocletian dan disiksa selama di penjara beberapa saat. Setelah Kristianitas diakui oleh penguasa, ia hadir di Konsili Nicea (325) dan bergabung dalam kelompok yang mengecam berhala Arianisme (paham yang tak mengakui keilahian Kristus).

Pada masa itu, cukup banyak warga yang sebetulnya tak bersalah dijebloskan ke dalam hukuman dengan dakwaan palsu. Salah satunya, tiga orang warga yang dijatuhi hukuman mati oleh gubernur korup Eustathius. Nik turun membela mereka, sambil menyadarkan Eustathius dengan melakukan penebusan dosa.

Nikolas dipanggil Bapanya pada 6 Desember 343 di Myra, dimakamkan di katedral setempat Hari wafatnya tersebut diperingati sebagai Hari St. Nikolas. Pada abad keenam, Kaisar Yustinus I mendirikan sebuah gereja untuk mengenang Santo Nikolas.

Jasadnya berhasil diselamatkan dari amuk Perang Salib I oleh saudagar Eropa pada 1087, lantas dimakamkan kembali ke gereja baru di Bari, Italia. Paur Urbanus II, pencetus Perang Salib memberkati makam tersebut dengan upacara besar. Sejak itu devosi kepada St. Nikolas menyebar ke seluruh penjuru barat. Lebih dari 400 gereja di Inggris didedikasikan baginya.

Selama beberapa tahun selama abad pertengahan, makamnya banyak dikunjungi oleh peziarah Eropa. Yang menarik, karena aroma mur seringkali tercium di makamnya, tak lama kemudian dia dianggap orang suci yang dijadikan pelindung para pembuat parfum.

Cerita tentang kebaikan hati Nik yang terkenal, entah kenapa, dihubungkan dengan Natal. Di Belanda, tempat budaya ini tampaknya bermula, Santo Nikolas yang di lidah mereka terucap Santa Claus (lidah kita mengucap Sinterklas), diyakini datang pada malam hari menjelang 6 Desember. Ia membawa hadiah bagi anak-anak berperilaku baik, yang biasanya diletakkan di dalam sepatu kayu mereka. St. Nikolas dalam hiasan-hiasan Natal di Belanda dan Jerman selalu digambarkan berkostum seperti seorang uskup, lengkap dengan topi dan tongkatnya; ditemani oleh malaikat yang memegang daftar nama anak-anak berkelakuan terpuji.

Devosi kepada St. Nikolas didistorsi oleh para penganut Protestan di Belanda, yang ingin menghapus ciri khas kekatolikannya. Mereka melucuti simbol-simbol kebesarannya sebagai uskup dan membuat ia terlihat lebih seperti orang Eropa Utara (Nordic), Bapa Natal berbaju merah. Mereka menjalin beberapa legenda tentang Dewa Thor yang mengendarai sebuah kereta kuda dan mengunjungi rumah-rumah melalui cerobong asap.

Pada abad 19, para pengarang Amerika turun berperan mengubah gambaran St. Nikolas. Pada 1820, Washington Irving menulis sebuah cerita tentang Sinterklas yang terbang dengan kereta kuda, membawa hadiah untuk anak-anak. Tiga tahun kemudian, Clement Moore menulis A Visit from St. Nicholas yang lebih dikenal dengan The Night Before Christmas. Cerita melukiskan Sinterklas sebagai seorang peri tua yang periang dengan perut buncit, pipi merah seperti mawar, dan hidung seperti buah ceri. Pada 1822, Thomas Nast menggambar wajah Sinterklas berdasarkan deskripsi Moore. Ia bahkan menambahkan Kutub Utara sebagai tempat kediamannya. Akhirnya, Haddom Sundblom, seorang pembuat iklan untuk Coca Cola, mentransformasikan Sinterklas sebagai tokoh periang yang memakai baju merah, gendut dan minum Coca Cola, sosok gambaran yang kita kenal sekarang ini.


Jakarta, 4 Januari 2006