MyTimes

MyTimes merupakan weblog independen yang berisikan kolom dan esai tentang segi-segi kehidupan, ditulis oleh Antonius Bakti Tejamulya. MyTimes didedikasikan bagi para penikmat bacaan serius yang ditulis dengan citarasa (mudah-mudahan) memikat.

My Photo
Name:
Location: Jakarta, Indonesia

Antonius Bakti Tejamulya menjual artikel pertamanya ketika berumur 16 tahun dan sejak itu dia terus menulis. Suka membaca, humor, musik, jalan-jalan, sambil sesekali menikmati kopi kesukaannya: sehitam hati iblis, sepanas neraka, dan semurni malaikat.

Tuesday, January 11, 2000

Onlineism

ILLUSTRATED BY LES TOIL
TEKNOLOGI Informasi (TI) telah mengubah Rob Douglas, Manajer Pemasaran SemiCon Corp., hampir dalam segala hal. Ialah salah satu dari sedikit orang yang disebut – meminjam istilah Chuck Martin, penulis buku Net Future – sebagai “Digital Manager.” Dari dalam kantornya yang megah di sebuah lantai Empire State Building, New York, ia mengawasi ratusan karyawan berjarak ribuan kilometer secara online. Seluruh aktivitas manajemen dilakukan melalui surat-e, telepon, telekonferensi, konferensi video, dan net.

TI juga mengubah cara bujang asal Texas ini bersosialisasi, berbelanja, relaksasi, dan ... bercinta. Baru-baru ini seorang rekan bisnis meninggalkan situs aneh di surat-e pribadinya. Semula ia enggan. Tulisan ... come to the visual dream di akhir pesan, dianggapnya tak lebih dari ajakan menjelajah ke sebuah situs porno. Buang-buang waktu, pikirnya. Sampai suatu petang, Doug iseng membukanya.

Seorang perempuan segar dalam web menyambutnya. Sejenak Doug ragu ketika perempuan yang berkata, “My name is Barbie,” memintanya agar menggunakan mikrofon dan headphone terpadu. Barbie dan Doug dapat melihat sosok masing-masing karena di komputer mereka dilengkapi VCR (video camera recording). Mereka saling tatap langsung, as seen as on screen.

Barbie meyakinkan, web tersebut interaktif dan sangat eksklusif. Hanya pribadi-pribadi tertentu yang direkomendasi kerahasiaannya dapat mengakses. Barbie kemudian menerangkan secara singkat aturan mainnya. Doug kian tak sabar, apa sebenarnya yang ingin ditawarkan oleh webgirl ini.

Do you wanna try, Romeo?”

Yes, please,” sahut Doug seraya memasukkan nomor kartu kreditnya.

Apa yang terjadi?

Oh, my God,” desis Doug menyeringai.

Seorang perempuan muda lain, sebut saja Eleane, muncul di layar kaca. Berbaring miring dengan rambut terjuntai di sisi ranjang besar. Tubuhnya semampai tampak jelas dibalut lingerie. Bibirnya berkilau indah. Entah karena sampanye yang diminumnya atau kosmetik yang dipoleskannya, pipinya merona. Ia tampak dan berbau lezat. Sesekali bicaranya ditimpali komposisi biola le nozze di figaro karya Mozart. Dan yang membikin jantung berdegup kencang, Eleane siap melakukan apa saja sesuai fantasi pengaksesnya.

Semenjak itu Doug bersama ratusan eksekutif lain menjadi pelanggan dunia fantasi visual dream. Sebuah “mainan” baru chatmania. Ia merupakan konvergensi produk teknologi yang menggabungkan net dengan jaringan tevekabel. Visual dream jelas berbeda dari virtual reality manapun saat ini. Ini perlu dipertegas, seiring hadirinya kembali wacana baru dalam masyarakat kontemporer sekarang, simulakra. Yakni, suatu keadaan di antara batas reality (realitas) dan virtual reality (realitas semu).

Akan halnya nge-chat dengan webgirl – disebut pula kencan elektronik – merupakan komunikasi intim yang dilakukan secara virtual. Anda bisa meminta Eleane untuk melakukan, katakanlah, semua adegan erotis sambil membayangkan seranjang bersamanya – yang mohon maaf – tanpa bisa menyentuh apalagi lain-lain. Mirip menonton adegan ekshibisi kemolekan tubuh perempuan dalam film X koleksi Playboy ala phone sex.

Apa enaknya? Malah bikin sakit kepala. Paling-paling “self service,” begitu Anda pikir, kan? Nanti dulu. Kalau belum oke dengan virtual, bisa diteruskan dengan reality. Ini juga yang dilakukan Doug di atas mobilnya bersama Eleane. Ia melakukan sex on the road atau close up sex. Itu makanya konsep jualan visual dream = virtual + reality.

Fenomena visual dream yang menggejala pada segelintir the haves di AS belakangan, meyakinkan kita betapa peradaban digital telah merasuk ke seluruh aspek kehidupan. Kepeloporan TI dalam integrasi komunikasi data dan gambar, meretas know-how versi lama. Dari bercakap-cakap, melamar kerja, memesan tiket pesawat, mengambil uang, berbelanja, mendengar musik, menonton film hingga berjualan, kini dapat dilakukan secara online.

Apa yang tak bisa dijual dijual melalui internet (e-commerce) sekarang? Yakinlah, bahwa kini ada 17.500 stasiun radio dan televisi yang memancarkan siarannya via internet. Sedangkan web yang memancarkan siarannya sebanyak 400 ribu situs, dengan 60 juta pendengar/pemirsa. TI menjadikan seluruh aspek kehidupan outside the box (ke luar dari cara-cara lama).

Jika Anda pernah memesan amazon.com, jangan bangga dulu. Kini sudah ada buku-e yang jauh lebih revolusioner. Karena teks digital dari net dapat di-download ke alat baca yang bisa digenggam, seukuran buku tipis.

Onlineism memang tengah mengubah perilaku sosial dan gaya hidup sebagian masyarakat. Jika dulu para karyawan dan sekretaris kerap ngerumpi lewat telepon selagi bos ke luar kantor atau meeting, saat ini internet menggantikannya. Entah sekadar saling kirim e mail (surat-suratan), surfing (menjelajah situs), atau chatting (ngobrol). Awalnya, cuma nge-chat. Lama-lama bikin date, kopi darat. Tak jarang dari keintiman di dunia maya, menjadi apa yang disebut one night stands atau bobok bareng semalam.

Gejala (d)evolusi sosial, seperti dilansir oleh majalah e-Business, kabarnya sudah dikaji. Tahun 1997, ActivMedia – sebuah perusahaan riset pemasaran di New Hampshire, AS – telah menyurvei 5.800 pengikut onlineism. Data tadi kemudian dikompilasi ke dalam sebuah analisis studi bertitel FutureScapes.

Ada juga studi lain yang dilakukan CommerceNet/Nielsen Internet Demographic Studies. Mereka mengambil sampel penduduk udik Amerika Utara yang sama sekali tak pernah memanfaatkan teknologi net.

Komparasi kedua hasil riset bermaksud memprediksi apa yang sesungguhnya berubah 2-10 tahun ke depan. Mahu tahu hipotesisnya? Begini: ketika kehidupa online menjadi rutinitas, komunitas FutureScapes cenderung lebih mudah membangun norma-normanya.

Apa benar begitu? Kita, agaknya tak memerlukan argumen. Seperti simulakra, argumen apa pun untuk menerangkan evolusi bisnis dan sosial yang dipicu oleh peradaban digital, akan melebihi dari apa yang terbayangkan secara real-time.

Cyberfuturist, Chuck Martin, hanya punya satu kalimat kunci menjelaskannya. “Kita sedang berada di persimpangan era baru. Hampir semua paradigma bisnis tradisional akan lenyap. Sebaliknya, wired consumer dan wired organization siap berfungsi harmonis. Masa depan akan terlihat sangat, sangat berbeda dari hari ini,” cetusnya yakin.

Jakarta, 11 Januari 2000