MyTimes

MyTimes merupakan weblog independen yang berisikan kolom dan esai tentang segi-segi kehidupan, ditulis oleh Antonius Bakti Tejamulya. MyTimes didedikasikan bagi para penikmat bacaan serius yang ditulis dengan citarasa (mudah-mudahan) memikat.

My Photo
Name:
Location: Jakarta, Indonesia

Antonius Bakti Tejamulya menjual artikel pertamanya ketika berumur 16 tahun dan sejak itu dia terus menulis. Suka membaca, humor, musik, jalan-jalan, sambil sesekali menikmati kopi kesukaannya: sehitam hati iblis, sepanas neraka, dan semurni malaikat.

Monday, February 07, 2000

Juru Damai di Pusaran Konflik

ILLUSTRATED BY BERNARD S
HARI ini setahun yang lalu, dunia kehilangan seorang juru damai. Kebesaran Raja Hussein ibn Talal al-Hashem sungguh sulit dipungkiri. Ia tak hanya disegani kala hidup, di hari perjalanan terakhirnya pun mendapat penghormatan luar biasa. Upacara pemakamannya laksana “karnaval para pemimpin dunia,” baik yang bersahabat maupun bermusuhan. Inilah sebuah ritual pemakaman kenegaraan kolosal abad ini setelah pemakaman peraih Nobel Perdamaian 1994 sekaligus PM Israel Yitzhak Rabin, tahun 1995.

Wafatnya raja berusia 63 tahun ini segera mengawali spekulasi tentang prospek perdamaian di Timur Tengah. PM Prancis Lionel Jospen menilainya, “Suatu titik balik, sebagai saat kritis bagi Timur Tengah.” Harian Daily Telegraph terbitan London menyentil Suriah dan Irak, “Mereka dapat mengeksploitasi setiap kelemahan yang ada di tetangga, di bawah penguasa baru yang kurang berpengalaman.” Implisit, kehadiran Yordania di bawah Hussein merupakan penyeimbang kekuatan di pusaran konflik.

Begitu besar peranan Yordania tampak dari adagium: jika menyebut konflik Arab-Israel maka sesungguhnya adalah konflik Palestina-Israel, dan jika menyebut konflik Palestina-Israel maka mustahil mengabaikan Yordania. Sekurangnya, ada dua alasan utama yang melecut kerisauan tersebut. Satu, letak geografis Yordania – berada di tengah negara-negara besar dan kuat di bawah kepemimpinan yang mumpuni pula.

Berwilayah 96.188 kilometer persegi, sebelah utara kerajaan berpenduduk 4,6 juta jiwa (tak sampai separuh Jakarta) ini berbatasan dengan Suriah. Sebelah selatan dengan Arab Saudi, sebelah timur dengan Irak, dan sebelah barat dengan Israel termasuk wilayah otonomi Palestina. Kini, meski Yordania merupakan kerajaan berkonstitusi penuh, Raja Abdullah ibn Hussein yang berumur 37 tahun dihadapkan dengan Presiden Saddam Hussein (Irak), Presiden Yasser Arafat (Palestina), Presiden Hafez al-Assad (Suriah), ditambah Arab Saudi dan Israel. Mereka adalah tokoh-tokoh sekaliber ayahnya, Raja Hussein.

Di dalam negeri sendiri, sohib Letjen (Purn) Prabowo Subianto ini diragukan kearifannya. Lebih dari 40 persen penduduk Yordania tergolong orang Palestina, satu persen imigran asal Rusia, satu persen orang Armenia, dan orang-orang Suriah. Mampukah ia merangkul pluralitas rakyatnya?

Dua, reputasi Hussein telah teruji, terutama sejak tercapainya kesepakatan berbagai perundingan yang membetot urat syaraf. Ialah di balik meja perundingan Palestina-Israel seperti Kesepakatan Hebron pada Januari 1997 dan Wye Plantation pada November 1998. Jika Presiden Anwar Sadat dikenang sebagai tokoh peletak dasar perdamaian Arab-Israel, maka Hussein adalah tokoh pengembang perdamaian.

Perunding Intuitif
Pertikaian Yordania dengan Israel selama 46 tahun menguras pikiran dan tenaganya. Sebagaimana pergolakan antarnegara Arab lainnya, perselisihan dengan Yahudi selalu seputar perebutan wilayah teritorial (geopolitik). Ketika dibangun sejak 1916 – baru dideklarasikan sebagai Transyordania tahun 1921 oleh Emir Abdallah ibn Hussein – wilayah Yordania membujur dari Sungai Yordan hingga Tepi Barat.

Di tengah upaya yang tak berujung, tahun 1993 tiba-tiba Israel dan Palestina meneken Kesepakatan Oslo. Hussein mencium bahaya kesepakatan itu. Yordania akan terkucil dalam percaturan internasional dan regional. Apalagi Hussein bersikap mendukung Irak dalam Krisis Teluk pada 1990. Demi menyelamatkan negerinya (dari keterkucilan), ia berani meninggalkan wadah koordinasi negara-negara Arab – sebagai forum bersama menghadapi perundingan dengan Israel – untuk berunding secara bilateral dengan Israel.

Di hadapan Majelis Rakyat (parlemen), Juli 1994 ia meyakinkan pentingnya Yordania ke luar dari posisi dilematis. Ia siap bertemu PM Rabin kalau itu merupakan harga yang harus dibayar agar hak-hak Yordania kembali.

Tak dinyana, rencana tadi disambut Israel. Disaksikan oleh Presiden AS Bill Clinton, pada 25 Juli 1994 mereka bertemu secara terbuka di Gedung Putih, menandatangani Deklarasi Washington. Gencatan senjata total Yordania-Israel baru diteken pada Okober 1994 di Lembah Arab, Yordania.

Manuver politik Hussein ini tentu saja mencemaskan (persisnya cemburu) negara Arab lain seperti Mesir dan Suriah. Namun bagi Hussein, posisi strategis menjadikan Yordania harus memenuhi panggilan sejarah, yaitu menyeimbangkan kekuatan antarnegara Timur Tengah.

Sikap Hussein juga dianggap mengherankan ketika pada 1991 ia menyatakan netral atas Perang Teluk antara pasukan multinasional pimpinan AS dan Irak tengah memuncak. Bagi Hussein, pernyatan tersebut penting guna mengakhiri hubungan buruk Yordania-negara Barat akibat sikap dukungan sebelumnya pada Irak. Kendati keputusan itu menelan kerugian di bidang ekonomi, namun mendongkrak popularitas Hussein di mata rakyatnya.

Sikap “melunak” terhadap pemerintah dan hubungan baik Hussein dengan semua partai di Israel, membuat Yordania bisa lebih diterima daripada Mesisr ketika membidani kesepakatan damai Palestina-Israel. Melalui andilnya dalam Kesepakatan Hebron dan Wye Plantation, Hussein ingin menunjukkan pada negara-negara Arab lain, khususnya Palestina, tak ada itikad buruk Yordania terhadap mereka.

Humanis
Dukungan Yordania terhadap rakyat Palestina untuk mendirikan negara beribukota Yerusalem Timur bukan sekadar retorika. Selain memperantarai koordinasi intensif, Hussein memberi fasilitas kepada Palestina berupa suplai penerangan listrik ke Yerikho. Ia juga meyakinkan, Yordania sama sekali tak punya keinginan mencari kembali peran di Tepi Barat.

Sebagai satu-satunya pemimpin Arab yang punya kedekatan dengan PM Benjamin Netanyahu (pengganti Rabin), Hussein tahu benar apa yang harus ia lakukan. Da satu sisi ia membujuk Netanyahu agar memberi sejumlah konsesi kepada negara Arab, di sisi lain ia mendorong negara-negara Arab tidak patah arang dengan Israel.

Netanyahu sendiri merasakan ketulusan Hussein. Ia pernah terharu atas sikap sang raja – satu-satunya pemimpin negara Arab – yang sudi menerima PM Netanyahu saat menjadi Ketua Partai (oposisi) Likud. Kontan saja sikap ini berbalas kepercayaan. Tak jarang tokoh-tokoh kunci perundingan Israel seperti Netanyahu atau Menlu Ariel Sharon mendadak ke Amman setiap menemui jalan buntu.

Arafat dan Palestina patut berterima kasih kepada Hussein, walau pernah berseteru menyusul peristiwa Black September tahun 1970. Selang empat tahun sejak peristiwa mengenaskan itu, dalam KTT Arab 1974 di Rabat (Maroko), Hussein mengakui Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebagai satu-satunya duta rakyat Palestina. Tak sampai di situ. Bersama Arafat, ia membentuk konfederasi Palestina-Yordania yang bertujuan meningkatkan hubungan bilateral. Bahkan, lewat Resolusi PBB nomor 242, Palestina mengamanatkan Yordania supaya mendesak Israel mundur dari tanah Palestina – notabene bagian dari tanah konfederasi.

Lonceng Maut
Menjadi juru damai di pusaran konflik Timur Tengah, jelas berisiko tinggi. Pembunuhan yang dilakukan seorang lelaki di Tel Aviv atas PM Yitzhak Rabin (1992-1995) awal 1995, merupakan lonceng maut yang siap berdentang. Pada usia 15 tahun, Hussein menyaksikan sendiri bagaimana kakeknya, Raja Abdallah, tumbang akibat tembakan jarak dekat oleh seorang Palestina di Masjid Al-Aqsa, Yerusalem. Ia, sama halnya pemimpin Arab, juga tak luput dari ancaman tersebut. Lebih dari separuh hayatnya diwarnai usaha pembunuhan.

Ketika hendak menghadiri suatu pertemuan, Agustus 1960, beberapa bom meledak menewaskan PM Yordania Hazzah Majali dan 11 orang lainnya. Ia sendiri lolos, karena belum tiba di tempat itu. Penyerang yang tertangkap, mengaku dibayar oleh Mendagri Suriah Abel Hamid Saraj.

Tahun 1967, sejak Yordania bersekubu dengan negara-negara Arab memerangi Israel, nyawanya praktis tergadaikan. Meski begitu, persekubuan tak jarang menciptakan saling curiga. Tahun 1967, Suriah balik menuduh Yordania di balik pembunuhan tokoh-tokohnya – sebagai pembenaran atas agresi Yordania terhadap kawasan Suriah. Demikian pula saat Yordania bersitegang dengan Palestina pada 1970. Selama mengusir penyusupan gerilyawan Palestina (Black September), sebanyak 3 ribu orang tewas dan 5 ribu cedera. Dua kali ia selamat dari pembunuhan.

Pada KTT Arab Oktober 1974 di Rabat, polisi menahan 15 tersangka percobaan pembunuhan atas dirinya. Mereka diduga berasal dari gerakan perlawanan Al Fatah pimpinan Yasser Arafat.

Menginjak 1980-an, musuh-musuh lama kembali mengancam. Salah satunya, agen rahasia proIran yang menuduh Hussein sebagai agen Israel (mengingatkan pada tuduhan kepada Gus Dur dari lawan politiknya). Presiden Libya Moammer Khadafy, dikabarkan turut menginginkan nyawa Hussein. Kabar ini diperoleh dari Dubes Lubya di Yordania sebelum membelot.

April 1990, Angkatan Laut Israel menyatakan berlatih menembak roket di Laut Merah. Padahal, sasarannya ke arah kapal pesiar Hussein yang sedang berlayar di Teluk Aqaba. Ironisnya, insiden serupa berulang di bulan yang sama.

Juni 1993, agen rahasia Yordania menguak usaha pembunuhan oleh kelompok dalam negeri yang antiHussein. Delapan orang yang tertangkap dijebloskan ke penjara.

Maut belum berhenti mengintai Hussein. Kali ini datang dari dalam tubuhnya sendiri. Juli 1998, Hussein mulai menjalani kemoterapi di Klinik Mayo, Minnesota, AS untuk melawan kanker limfoma. Pada 19 Januari 1999, setelah kesehatannya pulih ia disambut hangat di negerinya.

Kepulangannya ini sementara. Enam hari kemudian ia harus kembali melanjutkan perawatan di AS, setelah secara mengejutkan menunjuk puteranya, Pangeran Abdullah, sebagai pewaris tahta (semula adalah adik Hussein, Pangeran Hassan).

Secara klinis ia dinyatakan meninggal pada 5 Februari 1999. Operasi cangkok sumsum belakang yang dilalui sehari sebelumnya ternyata gagal. Malam itu juga – sesuai wasiatnya menjelang akhir hidupnya agar berada di tengah rakyat Yordania – ia diterbangkan pulang ke Amman.

Pada 7 Februari pukul 11.43 (16.43 WIB), akhirnya maut menjemput keturunan Hinasti Hashemiah ini. Umat sejagat, bangsa Arab, khususnya Palestina berutang budi kepadanya. Minimal atas kemerdekaan Palestina dan kembalinya kota suci Yerusalem Timur ke pangkuan bangsa Arab. Asal tahu saja, meski Palestina telah mengantungi kesepakatan khusus bersama Israel, hanya Raja Hussein yang sanggup” membaca” sikap “sulit ditebak” Pemerintah Israel.
Cimanggis, 3 Februari 2000